Friday, April 26, 2013



MOTIVASI KERJA:
EVALUASI DAN PENGHARGAAN KINERJA

Hubungan antara Motivasi, Perilaku dan Kinerja.
Motivasi berbeda dengan perilaku. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, motivasi merupakan proses psikologis yang menghasilkan perilaku tertentu. Dalam konteks motivasi, yang dimaksudkan dengan perilaku tertentu tidak lain adalah perilaku yang berorientasi tujuan, yakni perilaku yang tujuannya menutup perasaan kurang yang menghinggapi seseorang. Sedangkan perilaku itu sendiri merupakan suatu cerminan dari tindakan seseorang. Ketika kita melihat seseorang bertindak atau sekedar mendengar seseorang berbuat sesuatu, berarti kita bisa paham mengapa orang tersebut berperilaku demikian. Hasil dari sebuah motivasi pada umumnya bisa dinilai berdasarkan perilaku nyata yang ditunjukkan seseorang, besaran usaha yang dilakukan dan pilihan-pilihan tindakan untuk mencapai tujuan. Sementara itu hasil langsung dari motivasi akan tampak pada upaya nyata dan keteguhan seseorang dalam berperilaku. Namun meski motivasi mempengaruhi perilaku, bukan berarti motivasi hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi berbagai macam faktor. Termasuk diantaranya adalah: latar belakang individu yang berperilaku, motivasi dan lingkungan – termasuk lingkungan kerja.
<!...more>

Perilaku berbeda dengan kinerja. Kinerja merupakan akumulasi dari perilaku yang terjadi dalam waktu lama dan dalam konteks berbeda serta melibatkan orang-orang berbeda. Kinerja merupakan ukuran standar yang biasanya ditetapkan pihak lain bukan oleh diri orang bersangkutan. Dalam konteks organisasi misalnya kinerja ditentukan oleh organisasi bersangkutan dan pihak yang melakukan penilaian adalah manajer sebagai wakil dari pemilik organisasi.
Motivasi merupakan faktor penting dan sangat dibutuhkan organisasi. Bagi sebuah organisasi mencapai tujuan – yang diukur dengan kinerja organisasi, adalah sebuah kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan demikian para karyawan sebagai pelaku organisasi harus mempunyai motivasi dan berperilaku yang berorientasi tujuan. Oleh karena itu berbagai rekayasa dilakukan organisasi agar karyawan memiliki motivasi kerja. Namun harus disadari pula bahwa motivasi bukan satu-satunya faktor yang menentukan kinerja.









Kinerja
 

 
Multi-dimensi Kinerja
Memotivasi karyawan merupakan salah satu tugas penting seorang manajer dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Memotivasi, apapun teori dan konsepnya, berarti mendorong seseorang atau seorang karyawan untuk bertindak dimana wujud dari tindakan tersebut akan tampak dari perilaku orang tersebut. Jadi, hasil dari sebuah motivasi pada umumnya bisa dinilai berdasarkan perilaku nyata yang ditunjukkan seseorang, besaran usaha yang dilakukan dan pilihan-pilihan tindakan untuk mencapai tujuan. Sementara itu hasil langsung dari motivasi akan tampak pada upaya nyata dan keteguhan seseorang dalam berperilaku. Penjelasan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa ketika seseorang termotivasi berarti ia akan berperilaku untuk mencapai tujuan yakni menghasilkan kinerja. Jika motivasinya berubah maka perilaku dan tujuan atau kinerjanya juga berubah. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kinerja sesungguhnya berdimensi banyak (multi-dimensional). Namun bagi organisasi, orientasinya jelas yakni motivasi dan perilaku karyawan yang dimaksud adalah motivasi dan perilaku yang mengarah tercapainya kinerja organisasi secara menyeluruh.

Pola motivasi
Disamping harus menyadari bahwa kinerja bersifat multi-dimensional, para manajer juga harus memahami bahwa perilaku bersumber pada motivasi dimana setiap orang memiliki motivasi berbeda. Akibat dari perbedaan motivasi maka perilaku masing-masing karyawan juga berbeda. Sederhananya, setiap motivasi akan menghasilkan perilaku dan tujuan tertentu. Bahasa populernya “bagaimana seseorang berperilaku dan apa hasilnya sangat tergantung dari niat / motivasi orang tersebut”. Ambilah contoh, karyawan yang mau bergabung dengan organisasi dan tidak keberatan untuk tinggal bersama organisasi dalam waktu lama boleh jadi alasan dan tujuannya tidak sama. Demikian juga tujuan yang berbeda-beda tersebut mungkin juga berbeda dengan yang diharapkan organisasi. Bagi Sang Manajer, karyawan yang bergabung dengan organisasi diharapkan memiliki motivasi yang bisa diandalkan untuk berkinerja dengan baik, namun bagi Si karyawan motivasi untuk bergabung mungkin karena dia bisa bekerja sambil menunggu orang tuanya yang tinggal sendirian. Oleh karena itu untuk mencapai kinerja menyeluruh, para manajer perlu memberi perhatian terhadap 6 macam pola motivasi yang dianggap esensial, yaitu:
1.     Penegakan peraturan.
2.     Sistem penghargaan.
3.     Sistem penghargaan berbasis individu.
4.     Kepuasan intrinsic.
5.     Internalisasi nilai.
6.     Hubungan antar kelompok.

Evaluasi Kinerja
Wujud dari teori motivasi seperti dijelaskan dimuka tercermin dalam bentuk program penilaian kinerja. Proses penilaiannya itu sendiri dapat dilakukan melalui dua sisi berbeda yaitu positive reinforcement dan negative reinforcement dari pelaksanaan kegiatan karyawan. Yang dimaksud dengan positive reinforcement adalah membuat perilaku seseorang lebih sering muncul dengan menunjukkan sesuatu bernada positif atau menyenangkan. Sedangkan negative reinforcement adalah membuat perilaku seseorang lebih sering muncul dengan cara menjauhkan sesuatu bernada negative atau tidak menyenangkan. Sejauh mana seorang memiliki kinerja yang baik sangat tergantung pada ketepatan penilaian kinerjanya dan penghargaan yang diberikan kepadanya.
Peranan penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian penting dari hubungan kerja antara karyawan (buruh) dengan pemberi kerja (majikan). Dalam hubungan ini bisa dikatakan bahwa pemberi kerja setuju untuk memberi pekerjaan kepada karyawan dan memberinya kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan karyawan. Sebaliknya karyawan setuju untuk bekerja sebagai imbalan atas kompensasi dan imbalan-imbalan lain yang ia terima. Kesepakatan kedua belah pihak dalam hubungan kerja seperti ini disebut sebagai kontrak psikologis (psychological contract).

Dalam kaitannya dengan hubungan kerja seperti tersebut diatas maka peranan penilaian kinerja menjadi sangat esensial. Secara umum penilaian kinerja mempunyai 5 fungsi utama. Pertama, penilaian kinerja berfungsi sabagai dasar untuk memberi imbalan dan memberi pengakuan terhadap kinerja karyawan. Kedua, penilaian kinerja bisa dijadikan pedoman untuk merekrut, memPHK atau mempromosikan karyawan. Dalam hal ini informasi tentang kinerja karyawan menjadi unsur penting untuk membuat keputusan raasional. Ketiga, penilaian kinerja bisa memberi informasi bagi karyawan untuk mengetahui perkembangan dirinya. Keempat, penilaian kinerja bisa digunakan untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yang diperlukan seorang karyawan. Kelima, penilaian kinerja bisa digunakan untuk mengintegrasikan fungsi perancaan manajemen SDM dan koordinasi fungsi SDM lainnya.
Kritik terhadap penilaian kinerja
Terlepas dari pentingnya penilaian kinerja, proses penilaian kinerja sering mendapat kritik tajam karena dianggap sebagai praktik yang tidak banyak manfaatnya. Itulah sebabnya tidak sedikit para manajer enggan melaksanakan program penilaian kinerja. Disisi lain, kebanyakan karyawan, khususnya karyawan yang kinerjanya rendah atau tidak menyukai kerja, menganggap penilaian kinerja baik formal maupun informal merupakan tindakan yang mengancam masa depan hidupnya. Sementara itu, penilaian kinerja juga menjadikan kedudukan seorang supervisor merasa terjepit meski salah satu tugas seorang supervisor adalah menilai kinerja bawahan. Supervisor yang tidak memiliki skill atau tidak bisa memberi umpan balik kepada bawahan akan dinilai atasan mereka sebagai supervisor yang jelek. Sedangkan meski seorang mempunyai kemampuan untuk menilai, terkadang mereka enggan menilai bawahan karena mereka tidak mau menghadapi konflik, khususnya role conflict, sebab dengan menilai bawahan berarti pada saat bersamaan seorang supervisor harus bertindak sebagai seorang penilai yang seolah-olah memiliki kekuasaan penuh, sebagai seorang coach yang bertugas membimbing dan sebagai seorang teman.
Kritik terhadap penilaian kinerja terutama disebabkan karena beberapa faktor sebagai berikut:
1.     Halo effect. Yang dimaksud dengan halo effect adalah karakteristik seseorang baik positif maupun negative mempengaruhi keseluruhan sikap orang tersebut
2.     Leniency-strictly effect. Sebagian evaluator memberikan penilaian yang terlalu longgar (leniency) sehingga menguntungkan pihak yang dinilai dan sebagian evaluator memberi penilaian yang terlalu ketat (strict) sehingga merugikan pihak yang dinilai.
3.     Central tendency effect. Kebiasan lain adalah evaluator hanya memberi nilai rata-rata kepada setiap orang tanpa memperdulikan kinerja sesungguhnya dari setiap karyawan
4.     Interrater reliability. Dua orang penilai, meski melihat perilaku yang sama dari seorang karyawan, namun kedua memberi penilaian yang berbeda.
5.     Contrast effect. Evaluasi terhadap kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh hasil kinerja orang yang telah dinilai sebelumnya.
6.     Zero-sum problem. Beberapa sistem penilaian kinerja seringkali menghendaki agar terjadi keseimbangan dalam penilaian kinerja karyawan misalnya dengan memberikan sebagian nilai karyawan yang nilainya tinggi kepda karyawan yang nilainya rendah.
7.     Numbers fetish. Penilaian kinerja karyawan seringkali terjebak pada angka seolah-olah angka tersebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi tanpa mempertimbangkan konteks.
8.     Recency effect. Penilaian kinerja seringkali hanya mempertimbangkan apa yang terjadi sekarang tanpa melihat kaitannya dengan penilaian kiinerja masa lalu.
Metode penilaian kinerja
Diantara teknik penilaian yang telah dikembangkan dan banyak digunakan beberapa perusahaan adalah sebagai berikut:
1.     Penilaian berdasarkan ranking (procedure ranking).
2.     Penilaian berdasarkan klasifikasi (classification ranking).
3.     Penilaian kinerja menggunakan skala (graphic rating scales).
4.     Behaviorally anchored rating scales (BARS).
5.     Deskriptif.
Management by Objective
Salah satu bentuk evaluasi kinerja yang cukup populer terutama setelah Peter Drucker menulis buku ”the practice of management“ (1954) adalah Management by Objective (MBO). Jika diterjemahkan, MBO bisa berarti manajemen berbasis sasaran/tujuan. Pada prinsipnya MBO menekankan pentingnya setiap individu, baik manajer maupun karyawan biasa, baik manajer tingkat atas maupun manajer bawah, bertanggungjawab terhadap hasil kerja ketimbang semata-mata melakukan aktivitas perkerjaan. Oleh karena dituntut untuk bertanggungjawab terhadap hasil kerja maka semua level manajer juga dilibatkan dan ikut berpartisipasi dalam menetapkan tujuan. Tujuan yang telah ditetapkan masing-masing manajer berfungsi sebagai alat kendali diri (self-control) terhadap kinerja masing-masing. Artinya masing-masing manajer diminta untuk memonitor sejauh mana upaya dan tindakan yang mereka lakukan sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan jika dianggap perlu manajer tersebut bisa melakukan tindakan korektif tanpa harus menunggu intervensi atasan.
Secara filosofis, focus perhatian MBO adalah (1) memprediksi dan menetapkan masa depan organisasi dengan cara mengembangkan tujuan jangka panjang organisasi dan membuat perencanaan-perencanaan strategic, (2) mencapai hasil kerja ketimbang sekedar melakukan kegiatan kerja, (3) meningkatkan kompetensi individu dan efaktifitas organisasi, dan (4) meningkatkan partisipasi karyawan dalam segala aspek kehidupan organisasi.
Selain itu, harus dipahami pula bahwa MBO adalah sebuah proses yang melibatkan fungsi-fungsi manajemen yang terintegrasi mulai dari: (1) menetapkan tujuan organisasi yang jelas dan tepat, (2) mengkoordinasikan tujuan masing-masing individu dengan tujuan organisasi secara keseluruhan, (3) pengukuran dan penilaian kinerja secara sistematik dan (4) melakukan tindakan korektif yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Penegakan Aturan dan Disiplin
Penegakan aturan dan pemberian hukuman merupakan bagian integral dari program penilaian kinerja. Kedua instrument ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari organisasi sebagai media untuk memotivasi karyawan, namun secara teoritik kedua instrument ini sering luput dari perhatian para teoritisi perilaku organisasi. Teori motivasi misalnya sejauh ini lebih menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan karyawan sebagai landasan untuk memotivasi mereka. Terlepas minimnya kajian teoritik tentang penegakan aturan dan pemberian ancaman hukuman, kedua instrument ini secara umum bisa digunakan untuk menjaga agar karyawan terhindar dari perilaku yang tidak dikehendaki yang bisa menghambat pencapaian tujuan organisasi.
Sistem Penghargaan
Sistem penghargaan adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang karena keanggotaan atau keterlibatan orang tersebut didalam organisasi. Pada umumnya setiap karyawan memperoleh hak yang sama dalam sistem reward. Berbagai bentuk reward yang diberikan kepada karyawan misalnya: benefit atau tambahan gaji, pemberian fasilitas rekreasi kesehatan kenaikan biaya hidup. Tujuan dari sistem penghargaan adalah untuk menarik dan mendorong karywan tetap bersama dengan organisasi. Biasanya semakin lama seorang karyawan bekerja di perusahaan akan semakin besar pula penghargaan yang diperolehnya. Namun jika sistem penghargaan ini diberikan kepada setiap karyawan karena lamanya tinggal dan bekerja di persusahaan, penghargaan ini pada akhirnya tidak memotivasi karyawan bekerja lebih baik karena yang dilakukan karyawan hanya tinggal selama mungkin dengan perusahaan meski kinerjanya minimal.
Beberapa bentuk penghargaan yang banyak diberikan kepada karyawan diantaranya adalah: benefit, stock option dan stock ownership.
Insentif
Insentif adalah pemberian penghargaan berbasis kinerja. Insentif berbeda dengan sistem penghargaan yang telah dibahas sebelumnya. Jika dasar dari sistem penghargaan adalah keterlibatan karyawan dengan perusahaan tanpa melihat apakah karyawan tersebut kinerjanya baik atau tidak, insentif hanya akan diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja karyawan tersebut. Tujuan dari pemberian insentif adalah agar karyawam mau mengerahkan energinya untuk menghasilkan kinerja yang terbaik. Secara umum bentuk insentif bisa dibedakan menajdi dua yaitu insentif berupa uang (financial incentive) dan insentif tidak berupa uang melainkan berupa pengakuan.
.  

No comments:

Post a Comment