MOTIVASI KERJA:
EVALUASI DAN
PENGHARGAAN KINERJA
Hubungan
antara Motivasi, Perilaku dan Kinerja.
Motivasi berbeda
dengan perilaku. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, motivasi merupakan proses
psikologis yang menghasilkan perilaku tertentu. Dalam konteks motivasi, yang
dimaksudkan dengan perilaku tertentu tidak lain adalah perilaku yang
berorientasi tujuan, yakni perilaku yang tujuannya menutup perasaan kurang yang
menghinggapi seseorang. Sedangkan perilaku itu sendiri merupakan suatu cerminan
dari tindakan seseorang. Ketika kita melihat seseorang bertindak atau sekedar
mendengar seseorang berbuat sesuatu, berarti kita bisa paham mengapa orang
tersebut berperilaku demikian. Hasil dari sebuah motivasi pada umumnya bisa
dinilai berdasarkan perilaku nyata yang ditunjukkan seseorang, besaran usaha
yang dilakukan dan pilihan-pilihan tindakan untuk mencapai tujuan. Sementara
itu hasil langsung dari motivasi akan tampak pada upaya nyata dan keteguhan
seseorang dalam berperilaku. Namun
meski motivasi mempengaruhi perilaku, bukan berarti motivasi hanya satu-satunya
faktor yang mempengaruhi perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi berbagai
macam faktor. Termasuk diantaranya adalah: latar belakang individu yang berperilaku,
motivasi dan lingkungan – termasuk lingkungan kerja.
Perilaku berbeda dengan kinerja. Kinerja merupakan
akumulasi dari perilaku yang terjadi dalam waktu lama dan dalam konteks berbeda
serta melibatkan orang-orang berbeda. Kinerja merupakan ukuran standar yang
biasanya ditetapkan pihak lain bukan oleh diri orang bersangkutan. Dalam
konteks organisasi misalnya kinerja ditentukan oleh organisasi bersangkutan dan
pihak yang melakukan penilaian adalah manajer sebagai wakil dari pemilik
organisasi.
Motivasi merupakan faktor penting dan sangat dibutuhkan
organisasi. Bagi sebuah organisasi mencapai tujuan – yang diukur dengan kinerja
organisasi, adalah sebuah kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan
demikian para karyawan sebagai pelaku organisasi harus mempunyai motivasi dan
berperilaku yang berorientasi tujuan. Oleh karena itu berbagai rekayasa
dilakukan organisasi agar karyawan memiliki motivasi kerja. Namun harus
disadari pula bahwa motivasi bukan satu-satunya faktor yang menentukan kinerja.
|
|||||
Multi-dimensi
Kinerja
Memotivasi karyawan merupakan salah satu tugas
penting seorang manajer dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja karyawan
dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Memotivasi, apapun teori dan
konsepnya, berarti mendorong seseorang atau seorang karyawan untuk bertindak dimana
wujud dari tindakan tersebut akan tampak dari perilaku orang tersebut. Jadi, hasil
dari sebuah motivasi pada umumnya bisa dinilai berdasarkan perilaku nyata yang
ditunjukkan seseorang, besaran usaha yang dilakukan dan pilihan-pilihan
tindakan untuk mencapai tujuan. Sementara itu hasil langsung dari motivasi akan
tampak pada upaya nyata dan keteguhan seseorang dalam berperilaku. Penjelasan
ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa ketika seseorang termotivasi berarti
ia akan berperilaku untuk mencapai tujuan yakni menghasilkan kinerja. Jika
motivasinya berubah maka perilaku dan tujuan atau kinerjanya juga berubah. Oleh
karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kinerja sesungguhnya berdimensi
banyak (multi-dimensional). Namun bagi organisasi, orientasinya jelas yakni
motivasi dan perilaku karyawan yang dimaksud adalah motivasi dan perilaku yang
mengarah tercapainya kinerja organisasi secara menyeluruh.
Pola motivasi
Disamping harus menyadari bahwa kinerja bersifat
multi-dimensional, para manajer juga harus memahami bahwa perilaku bersumber pada
motivasi dimana setiap orang memiliki motivasi berbeda. Akibat dari perbedaan
motivasi maka perilaku masing-masing karyawan juga berbeda. Sederhananya,
setiap motivasi akan menghasilkan perilaku dan tujuan tertentu. Bahasa
populernya “bagaimana seseorang berperilaku dan apa hasilnya sangat tergantung
dari niat / motivasi orang tersebut”. Ambilah contoh, karyawan yang mau
bergabung dengan organisasi dan tidak keberatan untuk tinggal bersama
organisasi dalam waktu lama boleh jadi alasan dan tujuannya tidak sama. Demikian
juga tujuan yang berbeda-beda tersebut mungkin juga berbeda dengan yang
diharapkan organisasi. Bagi Sang Manajer, karyawan yang bergabung dengan
organisasi diharapkan memiliki motivasi yang bisa diandalkan untuk berkinerja
dengan baik, namun bagi Si karyawan motivasi untuk bergabung mungkin karena dia
bisa bekerja sambil menunggu orang tuanya yang tinggal sendirian. Oleh karena
itu untuk mencapai kinerja menyeluruh, para manajer perlu memberi perhatian
terhadap 6 macam pola motivasi yang dianggap esensial, yaitu:
1. Penegakan peraturan.
2. Sistem
penghargaan.
3. Sistem
penghargaan berbasis individu.
4. Kepuasan
intrinsic.
5.
Internalisasi nilai.
6.
Hubungan
antar kelompok.
Evaluasi Kinerja
Wujud dari teori motivasi seperti
dijelaskan dimuka tercermin dalam bentuk program penilaian kinerja. Proses
penilaiannya itu sendiri dapat dilakukan melalui dua sisi berbeda yaitu positive
reinforcement dan negative reinforcement dari pelaksanaan kegiatan
karyawan. Yang dimaksud dengan positive reinforcement adalah membuat perilaku
seseorang lebih sering muncul dengan menunjukkan sesuatu bernada positif atau
menyenangkan. Sedangkan negative reinforcement adalah membuat perilaku
seseorang lebih sering muncul dengan cara menjauhkan sesuatu bernada negative
atau tidak menyenangkan. Sejauh mana seorang memiliki kinerja yang baik sangat
tergantung pada ketepatan penilaian kinerjanya dan penghargaan yang diberikan
kepadanya.
Peranan penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian penting dari hubungan
kerja antara karyawan (buruh) dengan pemberi kerja (majikan). Dalam hubungan ini
bisa dikatakan bahwa pemberi kerja setuju untuk memberi pekerjaan kepada
karyawan dan memberinya kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan karyawan. Sebaliknya
karyawan setuju untuk bekerja sebagai imbalan atas kompensasi dan
imbalan-imbalan lain yang ia terima. Kesepakatan kedua belah pihak dalam
hubungan kerja seperti ini disebut sebagai kontrak psikologis (psychological
contract).
Dalam kaitannya dengan hubungan kerja
seperti tersebut diatas maka peranan penilaian kinerja menjadi sangat esensial.
Secara umum penilaian kinerja mempunyai 5 fungsi utama. Pertama,
penilaian kinerja berfungsi sabagai dasar untuk memberi imbalan dan memberi
pengakuan terhadap kinerja karyawan. Kedua, penilaian kinerja bisa
dijadikan pedoman untuk merekrut, memPHK atau mempromosikan karyawan. Dalam hal
ini informasi tentang kinerja karyawan menjadi unsur penting untuk membuat
keputusan raasional. Ketiga, penilaian kinerja bisa memberi informasi
bagi karyawan untuk mengetahui perkembangan dirinya. Keempat, penilaian
kinerja bisa digunakan untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yang diperlukan
seorang karyawan. Kelima, penilaian kinerja bisa digunakan untuk
mengintegrasikan fungsi perancaan manajemen SDM dan koordinasi fungsi SDM
lainnya.
Kritik terhadap
penilaian kinerja
Terlepas dari pentingnya penilaian kinerja, proses
penilaian kinerja sering mendapat kritik tajam karena dianggap sebagai praktik
yang tidak banyak manfaatnya. Itulah sebabnya tidak sedikit para manajer
enggan melaksanakan program penilaian kinerja. Disisi lain, kebanyakan
karyawan, khususnya karyawan yang kinerjanya rendah atau tidak menyukai kerja,
menganggap penilaian kinerja baik formal maupun informal merupakan tindakan yang
mengancam masa depan hidupnya. Sementara itu, penilaian kinerja juga menjadikan
kedudukan seorang supervisor merasa terjepit meski salah satu tugas seorang
supervisor adalah menilai kinerja bawahan. Supervisor yang tidak memiliki skill
atau tidak bisa memberi umpan balik kepada bawahan akan dinilai atasan mereka sebagai
supervisor yang jelek. Sedangkan meski seorang mempunyai kemampuan untuk
menilai, terkadang mereka enggan menilai bawahan karena mereka tidak mau
menghadapi konflik, khususnya role conflict, sebab dengan menilai bawahan
berarti pada saat bersamaan seorang supervisor harus bertindak sebagai seorang
penilai yang seolah-olah memiliki kekuasaan penuh, sebagai seorang coach yang
bertugas membimbing dan sebagai seorang teman.
Kritik terhadap penilaian kinerja terutama disebabkan
karena beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Halo
effect. Yang dimaksud
dengan halo effect adalah karakteristik seseorang baik positif maupun negative mempengaruhi
keseluruhan sikap orang tersebut
2.
Leniency-strictly
effect. Sebagian
evaluator memberikan penilaian yang terlalu longgar (leniency) sehingga
menguntungkan pihak yang dinilai dan sebagian evaluator memberi penilaian yang
terlalu ketat (strict) sehingga merugikan pihak yang dinilai.
3.
Central
tendency effect. Kebiasan
lain adalah evaluator hanya memberi nilai rata-rata kepada setiap orang tanpa
memperdulikan kinerja sesungguhnya dari setiap karyawan
4.
Interrater
reliability. Dua orang
penilai, meski melihat perilaku yang sama dari seorang karyawan, namun kedua
memberi penilaian yang berbeda.
5.
Contrast
effect. Evaluasi terhadap
kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh hasil kinerja orang yang telah
dinilai sebelumnya.
6.
Zero-sum
problem. Beberapa sistem
penilaian kinerja seringkali menghendaki agar terjadi keseimbangan dalam
penilaian kinerja karyawan misalnya dengan memberikan sebagian nilai karyawan
yang nilainya tinggi kepda karyawan yang nilainya rendah.
7.
Numbers
fetish. Penilaian kinerja
karyawan seringkali terjebak pada angka seolah-olah angka tersebut memiliki
tingkat akurasi yang tinggi tanpa mempertimbangkan konteks.
8.
Recency
effect. Penilaian kinerja
seringkali hanya mempertimbangkan apa yang terjadi sekarang tanpa melihat
kaitannya dengan penilaian kiinerja masa lalu.
Metode penilaian
kinerja
Diantara
teknik penilaian yang telah dikembangkan dan banyak digunakan beberapa
perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Penilaian
berdasarkan ranking (procedure ranking).
2.
Penilaian
berdasarkan klasifikasi (classification ranking).
3.
Penilaian
kinerja menggunakan skala (graphic rating scales).
4.
Behaviorally
anchored rating scales (BARS).
5. Deskriptif.
Management by
Objective
Salah satu bentuk evaluasi kinerja yang cukup populer terutama setelah
Peter Drucker menulis buku ”the practice of management“ (1954) adalah
Management by Objective (MBO). Jika diterjemahkan, MBO bisa berarti manajemen
berbasis sasaran/tujuan. Pada prinsipnya MBO menekankan pentingnya setiap
individu, baik manajer maupun karyawan biasa, baik manajer tingkat atas maupun
manajer bawah, bertanggungjawab terhadap hasil kerja ketimbang semata-mata melakukan
aktivitas perkerjaan. Oleh karena dituntut untuk bertanggungjawab terhadap
hasil kerja maka semua level manajer juga dilibatkan dan ikut berpartisipasi
dalam menetapkan tujuan. Tujuan yang telah ditetapkan masing-masing manajer
berfungsi sebagai alat kendali diri (self-control) terhadap kinerja masing-masing.
Artinya masing-masing manajer diminta untuk memonitor sejauh mana upaya dan
tindakan yang mereka lakukan sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan jika dianggap perlu manajer tersebut bisa melakukan tindakan
korektif tanpa harus menunggu intervensi atasan.
Secara filosofis, focus
perhatian MBO adalah (1) memprediksi dan menetapkan masa depan organisasi
dengan cara mengembangkan tujuan jangka panjang organisasi dan membuat perencanaan-perencanaan
strategic, (2) mencapai hasil kerja ketimbang sekedar melakukan kegiatan kerja,
(3) meningkatkan kompetensi individu dan efaktifitas organisasi, dan (4)
meningkatkan partisipasi karyawan dalam segala aspek kehidupan organisasi.
Selain itu, harus dipahami
pula bahwa MBO adalah sebuah proses yang melibatkan fungsi-fungsi manajemen
yang terintegrasi mulai dari: (1) menetapkan tujuan organisasi yang jelas dan
tepat, (2) mengkoordinasikan tujuan masing-masing individu dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan, (3) pengukuran dan penilaian kinerja secara
sistematik dan (4) melakukan tindakan korektif yang dianggap perlu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penegakan Aturan dan Disiplin
Penegakan
aturan dan pemberian hukuman merupakan bagian integral dari program penilaian
kinerja. Kedua instrument ini banyak
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari organisasi sebagai media untuk
memotivasi karyawan, namun secara teoritik kedua instrument ini sering luput dari
perhatian para teoritisi perilaku organisasi. Teori motivasi misalnya sejauh
ini lebih menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan karyawan sebagai landasan
untuk memotivasi mereka. Terlepas minimnya kajian teoritik tentang penegakan
aturan dan pemberian ancaman hukuman, kedua instrument ini secara umum bisa digunakan
untuk menjaga agar karyawan terhindar dari perilaku yang tidak dikehendaki yang
bisa menghambat pencapaian tujuan organisasi.
Sistem
Penghargaan
Sistem penghargaan adalah penghargaan yang diberikan
kepada seseorang karena keanggotaan atau keterlibatan orang tersebut didalam
organisasi. Pada umumnya setiap karyawan memperoleh hak yang sama dalam sistem
reward. Berbagai bentuk reward yang diberikan kepada karyawan misalnya: benefit
atau tambahan gaji, pemberian fasilitas rekreasi kesehatan kenaikan biaya hidup.
Tujuan dari sistem penghargaan adalah untuk menarik dan mendorong karywan tetap
bersama dengan organisasi. Biasanya semakin lama seorang karyawan bekerja di
perusahaan akan semakin besar pula penghargaan yang diperolehnya. Namun jika sistem
penghargaan ini diberikan kepada setiap karyawan karena lamanya tinggal dan
bekerja di persusahaan, penghargaan ini pada akhirnya tidak memotivasi karyawan
bekerja lebih baik karena yang dilakukan karyawan hanya tinggal selama mungkin
dengan perusahaan meski kinerjanya minimal.
Beberapa bentuk
penghargaan yang banyak diberikan kepada karyawan diantaranya adalah: benefit,
stock option dan stock ownership.
Insentif
Insentif
adalah pemberian penghargaan berbasis kinerja. Insentif berbeda dengan sistem
penghargaan yang telah dibahas sebelumnya. Jika dasar dari sistem penghargaan
adalah keterlibatan karyawan dengan perusahaan tanpa melihat apakah karyawan
tersebut kinerjanya baik atau tidak, insentif hanya akan diberikan kepada
karyawan sesuai dengan kinerja karyawan tersebut. Tujuan dari pemberian
insentif adalah agar karyawam mau mengerahkan energinya untuk menghasilkan
kinerja yang terbaik. Secara umum bentuk insentif bisa dibedakan menajdi dua
yaitu insentif berupa uang (financial incentive) dan insentif tidak berupa uang
melainkan berupa pengakuan.
.
No comments:
Post a Comment